ILMU LINGKUNGAN- Pencemaran Lingkungan

Pemerintah Ancam Akan Ambil Alih Lahan Terbakar
Rabu, 17 Juni 2015 | 16:46 WIB
Achmad Subechi/Kompas.comILUSTRASI: Kebakaran hutan di Kalimantan Timur
JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Agraria dan Tata Ruang mengancam akan mencabut dan merevisi izin perusahaan perkebunan yang lahan tidak dapat mencegah kebakaran lahan di wilayahnya. Caranya, Kementerian Agraria dan Tata Ruang akan mengambil alih seluruh lahan yang terbakar untuk negara.
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN Ferry Mursyidan Baldan mengatakan, pihaknya akan menindak tegas perusahaan yang tidak dapat mencegah lahannya dari kebakaran. Tindakan tersebut berupa merevisi kembali izin Hak Guna Usaha (HGU) yang diberikan kepada perusahaan yang lahannya terbakar.
"Klausulnya, bila lahannya terbakar maka saya akan membatalkan izin HGU atau mengurangi sebagian lahan dengan merevisi izin HGU," ujar Ferry, Rabu (17/6/2015).
Ferry menjelaskan, misalkan sebuah perusahaan perkebunan mendapatkan izin HGU sebesar 20.000 hektare (ha) lahan, namun terjadi kebakaran di wilayah tersebut seluas 4 hektere. Kementerian ATR pun akan merevisi HGU perusahaan tersebut dengan mengurangi ukuran lahannya yang terbakar menjadi milik negara. Maka di izin HGU yang direvisi, tinggal 16.000 hektar lagi yang diberikan dan lahan terbakar diambil pemerintah untuk direhabilitasi.
Jadi, menurut Ferry, ini juga bisa sekaligus menjadi hukuman bagi perusahaan yang lahannya terbakar. "Ini untuk menghindari atau mencegah terjadinya kebakaran lahan," ujar Ferry.
Dengan adanya kebijakan itu, Ferry mengingatkan pengusaha yang mendapatkan izin HGU agar hati-hati dan serius dalam mengelola lahan yang diberikan kepada mereka. Sebab semakin luas lahan yang terbakar, maka semakin besar juga lahan yang akan diambilalih pemerintah untuk kembali direhabilitasi.
"Kami ingin terapkan sebuah kebijakan bahwa semua perusahaan yang hak usaha kami keluarkan mana kala ada lahan terbakar maka sebesar itu pula kami diskualifikasi izinnya. Kami tarik kepada negara. Supaya kapok dia," tutur Ferry.
Menurut Ferry, ia tidak perlu mengeluarkan Peraturan Menteri yang baru terkait kebijakan ini. Sebab, dalam setiap klausul pemberian izin HGU mulai tahun ini telah memuat soal pengambilalihan lahan terbakar tersebut. Ia juga mulai menerapkan kebijakan tersebut tahun ini. Ferry menjelaskan, dasarnya memberlakukan itu adalah undang-undang yang memberikan kewenangan keapda Kementerian ATR untuk menerbitkan dan mencabut HGU bila merasa ada kesalahan dan revisi.
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menambahkan, berbagai kebakaran yang terjadi selama musim kemarau di wilayah Indonesia tidak murni karena peristiwa alam. Ia sangat yakin kebakaran terjadi karena sengaja dibakar. Sebab menurutnya, meskipun musim kemarau mencapai empat bulan, hutan di Indonesia tidak akan bisa terbakar sendiri oleh peristiwa alam biasa.
"Sekarang teknologi sangat cangggih, jadi kita bisa pantau siapa saja yang membakar hutan itu dan langsung diberikan sanksi," ujarnya.
Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika mencatat dalam lima tahun terakhir, kebakaran sering terjadi pada bulan Juni-September. Dari data historis, arah asap pada bulan Juni, Juli dan Oktober, asap mengarah ke Timur Laut sehingga berpotensi pencemaran asap lintas batas. (Noverius Laoli)
Editor
: Bayu Galih
Sumber
Kontan


Kasie Kebersihan Kaget Air Limbah Sampah dari Pasar Induk Bikin Celaka
Jumat, 26 Juni 2015 | 13:50 WIB

Kompas.com/Robertus BelarminusJalan Raya Bogor dekat pintu keluar Pasar Induk Kramatjati kerap dicemari limbah air sampah yang berasal dari truk pengangkut sampah dari pasar. Tak jarang pengendara motor yang melintas menjadi korban kecelakaan. Jumat (26/6/2015).
JAKARTA, KOMPAS.com - Pengendara motor terjatuh akibat tergelincir ceceran air limbah dari truk sampah asal Pasar Induk Kramatjati. Kepala Seksi Suku Dinas Kebersihan Kecamatan Kramatjati, Amer Sagala, mengaku kaget dengan kejadian tersebut.

Amer mengaku, selama ini belum pernah menerima ada laporan kecelakaan akibat air limbah sampah dari pasar seperti yang terjadi pagi tadi. "Belum ada laporan, baru ini. Makanya saya kaget. Baru ada semacam kecelakaan seperti ini yang kita tahu," kata Amer saat dihubungi, Jumat (26/6/2015).

Amer memperkirakan, ceceran limbah itu berasal dari buah-buah busuk yang dimuat ke dalam truk sampah. Akibat tertekan, buah-buahan busuk itu mengeluarkan air yang kemudian merembes ke jalan raya. Sebab, lanjut dia, tak mungkin jalanan menjadi basah padahal sedang tak hujan. 

"Yang jelas karena memang menurut info itu ada truk dari (pasar) induk, pada saat jalan buang (sampah), ada ceceran menurut perkiraan adalah air dari jeruk atau semangka. Jadi waktu diisi, ditekan, airnya yang keluar," ujar Amer. 

Amer mengaku, ia telah menindaklanjuti laporan itu dengan menghubungi pihak pasar Induk Kramatjati. Ia meminta agar rembesan limbah cair dari truk sampah tidak terjadi lagi. 

"Saya sudah minta supaya kalau mau jalan truknya itu diawasi ketat. Paling tidak kering dulu atau dimiringkan dulu baknya supaya tidak lagi keluar airnya," ujar Amer.

Sebelumnya, ceceran air limbah sampah milik truk pengangkut sampah dari Pasar Induk Kramatjati, mencemari ruas Jalan Raya Bogor depan pasar tersebut. Jalanan menjadi basah dan berbau busuk. 

Bekas pencemaran jalan akibat air limbah sampah cukup panjang. Selain itu, air limbah sampah tersebut ternyata berbahaya bagi pengendara. 
Pagi tadi, sekitar pukul 08.30, dua pengendara motor dilaporkan mengalami kecelakaan ringan. Penyebabnya karena jalanan menjadi licin akibat genangan air limbah sampah tersebut.

Penulis
: Robertus Belarminus
Editor
: Kistyarini
Limbah Cemari Sungai, Ratusan "Home Industry" Belum Punya Instalasi
Jumat, 12 Juni 2015 | 14:18 WIB

KOMPAS.com/Achmad FaizalAktifitas warga di sungai Kali Surabaya.
SURABAYA, KOMPAS.com - Limbah industri rumahan (home industry) di sepanjang Sungai Kali Surabaya dinilai masih menyumbang banyak pencemaran sungai. Ini karena sebagian besar ratusan industri rumahan tersebut belum memiliki Instalasi Pengolah Air Limbah (IPAL). 
Industri rumahan berbagai macam produk makanan dan barang itu tersebar dari kawasan Mlirip Mojokerto hingga kawasan Karangpilang Surabaya sepanjang 70 kilometer. 
"Tak mudah memberi pemahaman kepada para pengusaha itu, perlu aksi nyata dari berbagai pihak, khususnya pemerintah untuk memberikan penyadaran bagi mereka," kata Direktur Konsorsium Lingkungan Hidup, Imam Rohani, Jumat (12/6/2015). 
Mereka masih terus membuang air limbah industrinya langsung ke Kali Surabaya tanpa melalui proses pengolahan. 
"Ini sangat membahayakan apalagi saat ini musim kemarau, dan debit air sungai rendah," ujarnya. 
Sementara itu, untuk puluhan industri besar di sepanjang sungai Kali Surabaya kata dia, saat ini sudah banyak yang memiliki IPAL. 

"Meskipun ada beberapa yang secara sembunyi-sembunyi tetap membuang air limbah ke Kali Surabaya melalui pipa tersembunyi pada waktu-waktu khusus," terangnya.
Kesadaran industri besar mulai tumbuh sejak pihaknya bersama PT Jasa Tirta dan Badan Lingkungan Hidup pada 2008 gencar melakukan patroli di sungai Kali Surabaya.
Saat itu, dari sekitar 30 perusahaan yang berada di sisi sungai, hampir tidak ada yang memiliki instalasi pengolah limbah. Namun menurut dia, aksi penyelamatan lingkungan di sungai Kali Surabaya tidak berhenti sampai sadarnya pelaku industri, karena pencemaran kali Surabaya justru lebih banyak disumbang oleh limbah rumah tangga atau domestik sebanyak 65 persen, limbah industri hanya 30 persen, dan sisa lima persennya dari limbah pertanian. 
Sungai Kali Surabaya dianggapnya sangat vital karena sebagai sumber kebutuhan air bersih bagi kebanyakan warga Surabaya. Bahan baku air bersih warga Surabaya yang diambil PDAM Surabaya sebagian besar dari Sungai Kali Surabaya.
Penulis
: Kontributor Surabaya, Achmad Faizal
Editor
: Caroline Damanik

Revolusioner Juga Tuh Gagasan Ahok
Kamis, 11 Juni 2015 | 14:25 WIB
Kompas.com/Kurnia Sari AzizaGubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (kiri) bersama Kepala Lembaga Pendidikan Polri (Kalemdikpol) Komjen Syafruddin saat meninjau lahan yang akan digunakan untuk pembangunan lansir (depo transisi) kereta Mass Rapid Transit (MRT), di Ciputat, Rabu (3/6/2015).
JAKARTA, KOMPAS.com — Pegiat transportasi umum, Andreas Lucky Lukwira, mendukung rencana Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang ingin merevisi Pasal 20 Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2005 tentang Pengendalian Pencemaran Udara.
Sebab, ia menilai pasal itu yang selama ini telah memasung pembenahan dalam layanan bus transjakarta. Pasal itu menyatakan bahwa angkutan umum dan kendaraan operasional milik pemerintah daerah wajib menggunakan bahan bakar gas.
"Program Langit Biru sudah gagal. Peraturannya bahkan hanya memasung transjakarta dan angkutan umum lain berkembang. Selama bertahun-tahun naik transjakarta saya melihat proses isi BBG sering menyita waktu yang imbasnya penumpang sering susah mendapat bus karena SPBG masih jarang dan proses isi BBG sendiri lama," ujar dia kepada Kompas.com, Kamis (11/6/2015).
"Sementara itu, di sisi lain, kendaraan pribadi tidak diwajibkan pakai gas. Akibatnya, langit tetap kotor dan jalanan tetap macet," kata dia.
Pemilik akun Twitter @NaikUmum ini menilai, memang sudah seharusnya isi Pasal 20 itu diubah, dari "wajib BBG" menjadi "wajib berbahan bakar ramah lingkungan". Sebab, menurut Andreas, saat ini sudah banyak bahan bakar non-gas yang ramah lingkungan.
"Saya setuju Perda tersebut diubah. Jadi, bus berbahan bakar solar tetap bisa digunakan. Revolusioner juga tuh gagasan Ahok," ujar dia.
Ahok sebelumnya berencana membeli transjakarta berbahan bakar solar bermerek Hino. Pasalnya, produsen tersebut hanya mampu menyediakan bus berbahan bakar solar, bukan gas. Imbasnya, ia akan merevisi Pasal 20 Perda No 2/2005.
"Untuk sementara, nanti bisa kami operasikan busnya pada malam hari. Kan mesin busnya Euro III dan Euro IV," kata Basuki di Balai Kota, Rabu (10/6/2015). 
Penulis
: Alsadad Rudi
Editor
: Sandro Gatra



Ahok: Tidak Usah Bicara Gas, Mobil Pemda Saja Pakai Solar

Rabu, 10 Juni 2015 | 19:23 WIB
KOMPAS/PRIYOMBODOPetugas mengisi bahan bakar gas (BBG) jenis gas alam terkompresi (compresed natural gas/CNG) ke bus Transjakarta
JAKARTA, KOMPAS.com — Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) berencana membeli transjakarta berbahan bakar solar bermerek Hino. Pasalnya, produsen tersebut hanya mampu menyediakan bus berbahan bakar solar, bukan gas. 

"Untuk sementara, nanti bisa kami operasikan busnya pada malam hari, kan mesin busnya Euro III dan Euro IV," kata Basuki di Balai Kota, Rabu (10/6/2015). 

Untuk menjalankan programnya ini, Basuki ingin merevisi Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 Tahun 2005 tentang pengendalian pencemaran udara. Dengan demikian, angkutan umum dan mobil pemerintah daerah nantinya bisa menggunakan bahan bakar selain gas.
Beberapa waktu lalu, Basuki pernah berdebat dengan beberapa pejabat DKI yang diduga menghambat proses administrasi bantuan 30 transjakarta oleh pihak swasta. Mereka beralasan, bus bantuan tersebut tidak dapat dijalankan karena bukan berbahan bakar gas.

"Perda mau kami ubah jadi ramah lingkungan. Tidak usah bicara gas. Sekarang semua mobil pemda juga pakai solar," kata Basuki.  

Menurut Basuki, transjakarta berbahan bakar solar-lah yang akan dibeli dalam jumlah banyak. Dia tidak mempermasalahkan jika nantinya Jakarta malah kelebihan bus karena ke depannya semua koridor transjakarta akan beroperasi selama 24 jam.

"Kami enggak masalah kelebihan bus, kok, karena kami memang mau jalanin busnya 24 jam. Biar nanti semua bus terintegrasi untuk masuk semua wilayah yang ada bus. Itu konsepnya," kata Basuki.

Penulis
: Kurnia Sari Aziza
Editor
: Kistyarini


Mahasiswa Universitas Brawijaya Ciptakan Alat Pengolah Limbah Batik

Selasa, 9 Juni 2015 | 11:37 WIB
SHUTTERSTOCKIlustrasi
MALANG, KOMPAS.com — Lima mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya (UB) Malang menciptakan alat pengolah limbah industri tekstil batik yang diberi nama Platinum Inert Electrolysis Technology and Ativated Carbon.

"Alat pengolah limbah industri tekstil batik ini dilatarbelakangi karena semakin banyaknya jumlah perajin batik di Indonesia. Dengan banyaknya jumlah perajin batik, tingkat pencemaran air juga semakin meningkat," kata salah seorang anggota kelompok penemu alat tersebut, Agus Setyawan, di Malang, Selasa (9/6/2015).

Ia mengatakan, jumlah perajin batik di Indonesia mencapai 50.000 perajin, sedangkan di Kota Malang sekitar 230 perajin. Satu perajin yang memproduksi tiga kain batik per pekan akan menghasilkan 50 liter limbah sehingga dalam satu bulan mereka bisa menghasilkan 200 liter limbah yang rata-rata dibuang ke sungai.
Limbah dari industri tekstil batik yang dibuang ke sungai ini ternyata mengandung zat-zat berbahaya, seperti tembaga (Cu), timbal (Pb), krom (Cr), dan seng (Zn) yang bisa membahayakan kesehatan manusia, biota, atau makhluk hidup di dalam air serta mengurangi unsur hara yang terkandung dalam tanah.

Oleh karena itu, lanjutnya, dia bersama empat rekannya membuat alat tersebut yang pada dasarnya merupakan metode untuk mengolah limbah. Limbah yang sudah diolah bisa digunakan kembali untuk produksi tekstil selanjutnya.

Komponen dan fungsi alat tersebut terdiri dari platina inert untuk mereduksi logam berat yang terdapat dalam limbah, seperti tembaga (Cu), timbal (Pb), krom (Cr), dan seng (Zb). Stainless steelberfungsi untuk mengendapkan logam berat dan karbon aktif untuk mereduksi limbah yang belum tereduksi pada tabung elektrolisis dan mengubah warna limbah menjadi warna awalnya.

Agus menambahkan, cara kerjanya adalah limbah dimasukkan ke dalam tabung elektrolisis, kemudian platina dan stainless steeldipasang. Platina dan stainless steel selanjutnya dihubungkan ke arus listrik (tegangan 50 volt) dan ditunggu 120 menit, kemudian keran di buka, limbah akan memasuki tabung absorben.

Selanjutnya, kata mahasiswa FTP angkatan 2012 itu, proses tersebut ditunggu selama 10 menit, kemudian keran absorben dibuka dan limbah siap dibuang. Waktu proses pemisahan dari zat-zat berbahaya membutuhkan waktu dua jam dengan tegangan 50 volt dan kecepatan pengaduk 40 RPM.

Alat yang mereka ciptakan itu mempunyai kelebihan, yaitu dari segi waktu, biaya, dan cara kerja yang lebih efektif dan efisien. Selain itu, alat tersebut juga ramah lingkungan karena zat kimia yang terkandung dalam limbah diendapkan dan direduksi sehingga ketika dibuang ke sungai tidak akan merusak unsur hara tanah dan tidak akan mematikan biota atau makhluk hidup air.
"Setelah kami lakukan percobaan dan penelitian lebih lanjut, pada saat proses elektrolisis, ternyata terjadi penguapan gas yang apabila diproduksi dalam jumlah besar mampu menghidupkan kompor gas untuk kebutuhan rumah tangga," ujarnya.

Selain Agus Setyawan, empat mahasiswa lainnya yang berperan dalam menciptakan alat pengolah limbah tesrebut adalah Juli Erwanda (FTP-Teknik Bioproses 2013), M Doddy Darmawan (FTP-Teknik Bioproses 2013), Natalia Simanjuntak (FTP-Teknik Bioproses 2013), dan Rahma Wati Pertiwi (FTP-Teknik Bioproses 2013). Penelitian mereka didampingi dosen pembimbing Shinta Rosalia Dewi.

Editor
: Caroline Damanik
Sumber
Antara




Kerap Cium Bau Tak Sedap, Warga Tuntut Pabrik Pengolahan Limbah Pabrik Ban Ditutup

Rabu, 3 Juni 2015 | 14:06 WIB

Warga saat aksi di depan pabrik. Kompas.Com/slamet priyatin
KENDAL, KOMPAS.com - Sekitar seratus warga Dusun Jonjang dan Krajan Barat, Desa Meteseh, Kecamatan Boja, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, menggelar aksi di depan pabrik pengolahan limbah ban PT. Citra Mas Mandiri, Rabu (3/6/2015). 

Warga yang datang ke lokasi pabrik yang ada di Jalan Raya Boja–Kaliwungu dengan berjalan kaki dan membawa beberapa spanduk itu menuntut supaya pabrik itu ditutup. Pasalnya, limbah dari pengolahan ban tersebut telah mencemari udara dan air.

Menurut salah satu warga, Salam, limbah pembakaran ban menganggu dan kerap menimbulkan bau tidak sedap. Akibat bau tidak sedap itu, banyak warga yang mengeluh sakit pernafasan. 

“Kami ingin pabrik segera ditutup. Sudah tujuh tahun lebih, sejak pabrik berdiri terjadi pencemaran udara dan pencemaran air,” kata Salam. 

Sementara itu, Kepala Desa Meteseh Boja, Maola Bagus, mengatakan, keluhan warga sudah disampaikan ke pemerintah dan menunggu keputusan. Untuk itu, dia berharap kepada warga, supaya melakukan aksi dengan damai. 

“Soal bau tidak sedap yang dikeluhkan warga ini sudah kami laporkan ke pemerintah dan polisi. Warga agar sabar,” kata Bagus.

Terkait tuntutan itu, salah satu perwakilan dari PT Citra Mas Mandiri yang menemui warga, Suwarno, mengaku bahwa pimpinan perusahaan sedang tidak ada di tempat. Ia berjanji, akan mempertemukan perwakilan warga dengan pimpinan perusahaan. 

“Pimpinan sedang tidak ada di tempat. Kami akan mempertemukan warga secepatnya,” kata Suwarno. 

Aksi yang berlangsung sekitar jam 9 pagi dijaga ketat oleh aparat kepolisian dan TNI dan berakhir damai.

Penulis
: Kontributor Kendal, Slamet Priyatin
Editor
: Caroline Damanik


Dampak Pencemaran Teluk Penyu, Aktivitas Wisata Masih Terganggu

GREGORIUS MAGNUS FINESSO

 15:19 WIB

CILACAP, KOMPAS — Aktivitas pariwisata di Pantai Teluk Penyu, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, hingga Sabtu (30/5), pasca paparan minyak mentah pada Senin lalu, masih terganggu. Kendati mulai ada beberapa wisatawan mendatangi pantai tersebut, tidak ada yang berani mandi dan bermain air laut karena masih menyisakan bau minyak.

KOMPAS/GREGORIUS MAGNUS FINESSOPara nelayan membersihkan pasir bercampur sisa partikel penyerap minyak ("oil absorbent") yang berfungsi mengikat ceceran minyak mentah dari kawasan wisata Pantai Teluk Penyu di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, Selasa (26/5). Aktivitas pariwisata di Pantai Teluk Penyu hingga Sabtu (30/5) masih terganggu.
Berdasarkan pantauan Kompas, kondisi Pantai Teluk Penyu yang pada akhir pekan biasanya dipadati wisatawan kemarin relatif lebih sepi. Kendati air laut di tepian pantai terlihat jauh lebih jernih ketimbang pada hari Senin lalu, para wisatawan masih takut mendekat.

Eko Widiyatno (34), wisatawan asal Banyumas, Jawa Tengah, mengaku takut masuk ke dalam air karena belum sepenuhnya yakin paparan minyak sudah bersih. "Kemarin liat di televisi, airnya hitam pekat. Tapi, walaupun sekarang sudah lumayan jernih, tetap saja takut nyemplung," tutur Eko yang datang bersama istri dan dua anaknya.

Lili Suryani (20), wisatawan dari Cilacap, menuturkan, dirinya sengaja mengunjungi Teluk Penyu karena penasaran dengan pemberitaan di media mengenai paparan minyak di kawasan wisata tersebut. Dia menyayangkan kondisi pantai yang selama ini menjadi tempat berenang wisatawan terkotori minyak.
"Saya masih mencium bau minyak kalau mendekat ke air. Jijik saja. Kalaunyemplung, takut gatal-gatal," ucapnya.

Paparan minyak yang mencemari Teluk Penyu berasal dari kebocoran pipa bawah laut fasilitas bongkar muat single point mooring (SPM) Pertamina, sekitar 25 kilometer sebelah selatan Cilacap atau sekitar perairan selatan Pulau Nusakambangan. Sambungan pipa karet (rubber hose) yang digunakan untuk menyalurkan minyak mentah dari kapal tanker menuju kilang, Rabu (20/5) malam, rusak akibat diterjang gelombang.

Pada saat bersamaan tengah dilakukan aktivitas bongkar muat minyak mentah dari sebuah kapal tanker. Akibatnya, minyak mentah merembes keluar. Pertamina menerjunkan tim penyelam untuk memperbaiki sambungan pipa. Namun, pada Senin (25/5) pagi, minyak yang gagal dilokalisasi terbawa arus hingga mencemari Teluk Penyu. Pantai tersebut tampak menghitam akibat digenangi minyak mentah.
Nelayan belum melaut
Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Cilacap Indar Yuli Nyataningrum mengatakan, saat ini kebanyakan wisatawan datang ke Teluk Penyu untuk melihat secara langsung tumpahan minyak mentah. Jumlah wisatawan yang berkunjung ke Pantai Teluk Penyu sekitar 500 orang per hari.
Selain wisata, aktivitas nelayan juga masih terganggu. Pantauan Kompas, ribuan perahu nelayan kemarin masih terparkir di Pantai Teluk Penyu. Sutono (44), salah seorang nelayan, mengaku, sebagian besar nelayan belum melaut. "Mau melaut sama saja. Tidak ada ikan," tuturnya.

Menurut Sutono, akibat paparan minyak, ikan-ikan menjauh dari perairan dangkal. Untuk menjangkau kumpulan ikan, nelayan butuh bahan bakar 40 liter bensin. Padahal, biasanya mereka hanya butuh 20 liter untuk menjangkau lokasi ikan.
Pengajuan kompensasi nelayan
Pelaksana Tugas Ketua Himpunan Nelayan seluruh Indonesia (HNSI) Cilacap Indon Tjahjono mengatakan, selain membuat ikan-ikan menjauh, ceceran minyak juga merusak jaring dan juga mengotori perahu nelayan. Untuk itu, kompensasi tak bisa melaut sedang diajukan karena 13.900 nelayan tidak melaut. Selain itu, kompensasi tersebut juga untuk mengganti kerusakan jaring dan perahu yang kotor.
Pengajuan ganti kerugian juga untuk mengganti 21.200 jaring yang rusak serta biaya membersihkan kapal dari minyak untuk ribuan kapal duduk, compreng, dan jukung. "Surat tuntutan ganti rugi kami tembuskan, termasuk ke Presiden RI," kata Indon.
Terkait dengan permintaan kompensasi dari nelayan, General Manager PT Pertamina Refinery Unit IV Cilacap Nyoman Sukadana mengatakan, pihaknya masih menunggu hasil investigasi tim internal dan eksternal. "Tim ini akan mencari fakta saat kebocoran pipa pekan lalu, kesalahan ada pada siapa. Tentunya, kami tetap membuka ruang dialog dengan nelayan," ujarnya.

Hati-hati, Polusi Udara Jadi Sumber Penyakit

Kamis, 21 Mei 2015 | 17:20 WIB
ShutterstockIlustrasi
JAKARTA, KOMPAS.com - Tingkat polusi udara di kota-kota besar di Indonesia terbilang tinggi, mengingat padatnya kendaraan bermotor. Polusi udara ini pun, bisa menyebabkan berbagai penyakit saluran pernapasan. 
Peneliti Perubahan Iklim dan Kesehatan Lingkungan Universitas Indonesia Budi Haryanto mengatakan, penyakit dapat muncul akibat partikel debu yang dihasilkan dari pencemaran udara.
"Pencemaran udara terutama kaitan dengan ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut). Masuk dari hidung sampai ke saluran napas bagian atas," ujar Budi dalam diskusi di Jakarta, Kamis (21/5/2015).
Budi menjelaskan, partikel di udara yang biasanya menganggu kesehatan manusia, yaitu berukuran 10 mikron (PM 10) dan yang lebih kecil lagi yaitu 2,5 mikron (PM 2,5). Jika terhirup manusia, PM 10 dapat menyebabkan pilek, hidung tersumbat, dan batuk-batuk. Sedangkan PM 2,5, karena berukuran lebih kecil dapat masuk ke dapam paru-paru sehingga menyebabkan bronkitis, pneumonia, maupun asma.
Dampak jangka panjang yang lebih parah, yaitu menyebabkan kanker paru. Sumber pencemaran udara di kota besar, sebagian besar berasal dari asap kendaraan bermotor. Tentunya, bahaya polusi udara menyerang para pekerja di kota besar seperti Jakarta. "Pengeluaran untuk mengobati penyakit terkait saluran pernapasan, juga tinggi mencapai 38,5 triliun berdasarkan survei tahun 2010," ungkap Budi.
Penulis
: Dian Maharani
Editor
: Bestari Kumala Dewi

Air Limbah Sampah Cemari Jalan, Ahok Geram dengan Kepala Dinas

Jumat, 26 Juni 2015 | 21:08 WIB
KOMPAS.com/ GLORI K WADRIANTO Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama
JAKARTA, KOMPAS.com - Air limbah sampah dari truk pengangkut sampah asal Pasar Induk Kramatjati mencemari jalan raya. Bahkan, air limbah tersebut mencelakai pengendara motor di jalan. Terkait hal ini Gubernur DKI Jakarta Basuki "Ahok" Tjahaja Purnama langsung geram. 
"Nah itu tadi, mesti beli truk sampah. Aku udah marah-marah sama kepala dinas," kata Basuki, di acara safari Ramadhan, di Kelurahan Duren Sawit, Jakarta Timur, Jumat (26/6/2015). 

Basuki mengungkit masalah sewa truk sampah dari pihak swasta. Menurut dia, harga sewa truk dari pihak swasta mencapai Rp 400 miliar per tahun. Padahal, harga sedemikian sudah dapat membeli ratusan truk yang bisa dijadikan truk sampah. 
"Sewa truk sampah Rp 400 miliar setahun. Lu beli yang (merek) Rino dapat 800 biji. Tiap lurah dikasih tinggal tiga, udah beres tuh sampah, bener enggak?" ujar pria yang disapa Ahok itu. 

Ahok mengatakan, tahun ini DKI juga masih menyewa truk dari pihak swasta dengan nilai yang sama yakni Rp 400 miliar. Padahal, lanjut dia, jika digabung anggaran untuk menyewa truk dari tahun lalu dan tahun ini, DKI seharusnya sudah dapat membeli ribuan truk untuk mengangkut sampah. 

"Itu udah bisa beli 1.600 truk sampah," ujar Ahok. 

Terkait alasan Dinas Kebersihan DKI kembali sewa truk sampah ke swasta, Ahok mengaku dia tak tahu. "Tanya sama dialah (kepala dinas), aku juga enggak ngerti," ujar Ahok.

Penulis
: Robertus Belarminus
Editor
: Hindra Liauw

 

Tim Peneliti IPB: Danau Lido Tercemar Logam Timbal

Kamis, 28 Mei 2015 | 19:45 WIB
BOGOR, KOMPAS.com - Tim peneliti Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Institut Pertanian Bogor menyebutkan bahwa perairan di Danau Lido Sukabumi telah tercemar oleh logam timbal (Pb). Akibat pencemaran itu, terjadi respon morfologi pada larva Tanypodinae berupa deformitas ligula. 

Tyas Dita Pramesthy, salah satu tim peneliti mengatakan, penelitian telah dilakukan pada tahun 2014 dengan mengambil sampel larva Chironomida di Danau Lido. Hasilnya menunjukkan, konsentrasi logam timbal di Danau Lido cukup tinggi, yaitu 0,08-0,19 mg/L. 

"Berdasarkan pengamatan bentuk ligula pada Tanypodinae yang diperoleh, diketahui bahwa larva tersebut telah mengalami deformitas. Larva yang mengalami deformitas sebanyak 10 ekor dari 55 ekor yang dikumpulkan atau terjadi deformitas sebesar 18,18 persen," ucap Tyas, Kamis (28/5/2015). 

Tyas menjelaskan, Tanypodinae merupakan salah satu kelompok Chironomida yang dapat digunakan untuk mengkaji aspek biologi dan mendeteksi adanya pencemaran logam berat di lingkungan perairan. Tanypodinae dapat menunjukkan adanya perubahan morfologi akibat pencemaran. 

"Larva Chironomida dapat tumbuh di dalam lingkungan perairan dalam keadaan tinggi kandungan kimia, fisika, maupun biologi sehingga larva tersebut dapat digunakan untuk merefleksikan degradasi lingkungan," ungkapnya. 

Danau Lido Sukabumi sudah lama dimanfaatkan untuk beberapa kegiatan, seperti keramba jaring apung (KJA), wisata perahu dan rumah makan apung. Tim peneliti berpandangan, kegiatan tersebut telah mengubah kualitas dari Danau Lido, di antaranya berubahnya kualitas air. Salah satu parameter kualitas air yang mengalami perubahan yaitu kandungan logam berat timbal (Pb).

Penulis
: Kontributor Bogor, Ramdhan Triyadi Bempah
Editor
: Caroline Damanik

KESIMPULAN
            Dari berbagai artikel yang saya kumpulkan ini semuanya mengenai lingkungan yaitu Pencemaran, ada yang pencemaran udara, pencemaran air, limbah serta ada pula yang membahas mengenai peraturan pengendalian lingkungan itu sendiri.
            Mengulas topik artikel yang membahas mengenai pencemaran yang berupa limbah pabrik, limbah industri rumah tangga, polusi udara sisa pembakaran BBM dan semacamnya semuanya sangat merugikan lingkungan, berdampak pada tumbuhasn sekitar, makhluk hidup yang dicontohkan artikel diatas pencemaran di teluk penyu, dan juga manusia pemeran pencemaran itu sendiri. Maka dari itu penulis menghimbau kepada semua kalangan untuk sebisa mungkin tidak mencemari lingkungan dengan limbah, sampah dan yang lainnya sungguh prihatin untuk zaman sekarang pemerhati lingkungan sangat sedikit hanya memikirkan keuntungan pribadi saja tidak memikirkan orang lain akibat pernbuatannya itu, ada pula artikel yang mengulas tentang kecelakaan yang diakibatkan oleh cairan sampah pasar, itu contoh kecil bahwa sampah bisa membuat kehilangan nyawa.
            Selain itu artikel diatas ada juga yang membahas tentang alih bahan bakar untuk transjakarta menggunakan bahan bakar gas, yang dikemukaan oleh Gubernur Jakarta Pak Ahok dan akan merevisi peraturan daerah mengenai hal tersebut.
            Dan adapula yang kalangan mahasiswa yang memanfaatkan limbah untuk karya yang bermanfaat dan bernilai. Menggunkan prinsip Recycle, itu salah satu inspirasi untuk kita semua yaitu sampah bukan barang berguna dan tak bernilai namun dengan tangan mahasiswa-mahasiswa bertangan kreatif ini sampah mempunyai nilai jual dan dapat pula sebagai salah satu sumber penghasilan tambahan untuk masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA
http://megapolitan.kompas.com/read/2015/06/10/19234841/Ahok.Tidak.Usah.Bicara.Gas.Mobil.Pemda.Saja.Pakai.Solar diakses tanggal 28 Juni 2015


Komentar

Postingan populer dari blog ini

VOLKANOLOGI - KALDERA GUNUNG BROMO

GEOLOGI SEJARAH - GEOLOGI BAYAT KABUPATEN KLATEN JAWA TENGAH