ILMU LINGKUNGAN- Pencemaran Lingkungan
Pemerintah Ancam Akan Ambil Alih Lahan Terbakar
Rabu, 17 Juni 2015 | 16:46 WIB
Achmad
Subechi/Kompas.comILUSTRASI: Kebakaran hutan di Kalimantan Timur
JAKARTA, KOMPAS.com -
Kementerian Agraria dan Tata Ruang mengancam akan mencabut dan merevisi izin
perusahaan perkebunan yang lahan tidak dapat mencegah kebakaran lahan di
wilayahnya. Caranya, Kementerian Agraria dan Tata Ruang akan mengambil alih
seluruh lahan yang terbakar untuk negara.
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN Ferry Mursyidan
Baldan mengatakan, pihaknya akan menindak tegas perusahaan yang tidak dapat
mencegah lahannya dari kebakaran. Tindakan tersebut berupa merevisi kembali
izin Hak Guna Usaha (HGU) yang diberikan kepada perusahaan yang lahannya
terbakar.
"Klausulnya, bila lahannya terbakar maka saya akan
membatalkan izin HGU atau mengurangi sebagian lahan dengan merevisi izin
HGU," ujar Ferry, Rabu (17/6/2015).
Ferry
menjelaskan, misalkan sebuah perusahaan perkebunan mendapatkan izin HGU sebesar
20.000 hektare (ha) lahan, namun terjadi kebakaran di wilayah tersebut seluas 4
hektere. Kementerian ATR pun akan merevisi HGU perusahaan tersebut dengan
mengurangi ukuran lahannya yang terbakar menjadi milik negara. Maka di izin HGU
yang direvisi, tinggal 16.000 hektar lagi yang diberikan dan lahan terbakar
diambil pemerintah untuk direhabilitasi.
Jadi,
menurut Ferry, ini juga bisa sekaligus menjadi hukuman bagi perusahaan yang
lahannya terbakar. "Ini untuk menghindari atau mencegah terjadinya
kebakaran lahan," ujar Ferry.
Dengan
adanya kebijakan itu, Ferry mengingatkan pengusaha yang mendapatkan izin HGU
agar hati-hati dan serius dalam mengelola lahan yang diberikan kepada mereka.
Sebab semakin luas lahan yang terbakar, maka semakin besar juga lahan yang akan
diambilalih pemerintah untuk kembali direhabilitasi.
"Kami
ingin terapkan sebuah kebijakan bahwa semua perusahaan yang hak usaha kami
keluarkan mana kala ada lahan terbakar maka sebesar itu pula kami
diskualifikasi izinnya. Kami tarik kepada negara. Supaya kapok dia," tutur
Ferry.
Menurut
Ferry, ia tidak perlu mengeluarkan Peraturan Menteri yang baru terkait
kebijakan ini. Sebab, dalam setiap klausul pemberian izin HGU mulai tahun ini
telah memuat soal pengambilalihan lahan terbakar tersebut. Ia juga mulai
menerapkan kebijakan tersebut tahun ini. Ferry menjelaskan, dasarnya
memberlakukan itu adalah undang-undang yang memberikan kewenangan keapda
Kementerian ATR untuk menerbitkan dan mencabut HGU bila merasa ada kesalahan
dan revisi.
Menteri
Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menambahkan, berbagai kebakaran yang
terjadi selama musim kemarau di wilayah Indonesia tidak murni karena peristiwa
alam. Ia sangat yakin kebakaran terjadi karena sengaja dibakar. Sebab
menurutnya, meskipun musim kemarau mencapai empat bulan, hutan di Indonesia
tidak akan bisa terbakar sendiri oleh peristiwa alam biasa.
"Sekarang
teknologi sangat cangggih, jadi kita bisa pantau siapa saja yang membakar hutan
itu dan langsung diberikan sanksi," ujarnya.
Badan
Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika mencatat dalam lima tahun terakhir,
kebakaran sering terjadi pada bulan Juni-September. Dari data historis, arah
asap pada bulan Juni, Juli dan Oktober, asap mengarah ke Timur Laut sehingga
berpotensi pencemaran asap lintas batas. (Noverius Laoli)
Editor
|
: Bayu Galih
|
Sumber
|
|
Kasie Kebersihan Kaget Air Limbah Sampah dari Pasar Induk Bikin
Celaka
Jumat, 26 Juni 2015 | 13:50 WIB
Kompas.com/Robertus
BelarminusJalan Raya Bogor dekat pintu keluar Pasar Induk Kramatjati kerap
dicemari limbah air sampah yang berasal dari truk pengangkut sampah dari pasar.
Tak jarang pengendara motor yang melintas menjadi korban kecelakaan. Jumat
(26/6/2015).
JAKARTA, KOMPAS.com -
Pengendara motor terjatuh akibat tergelincir ceceran air limbah dari truk
sampah asal Pasar Induk Kramatjati. Kepala Seksi Suku Dinas Kebersihan Kecamatan
Kramatjati, Amer Sagala, mengaku kaget dengan kejadian tersebut.
Amer mengaku, selama ini belum pernah menerima
ada laporan kecelakaan akibat air limbah sampah dari pasar seperti yang terjadi
pagi tadi. "Belum ada laporan, baru ini. Makanya saya kaget. Baru ada
semacam kecelakaan seperti ini yang kita tahu," kata Amer saat dihubungi,
Jumat (26/6/2015).
Amer memperkirakan, ceceran limbah itu berasal
dari buah-buah busuk yang dimuat ke dalam truk sampah. Akibat tertekan,
buah-buahan busuk itu mengeluarkan air yang kemudian merembes ke jalan raya.
Sebab, lanjut dia, tak mungkin jalanan menjadi basah padahal sedang tak
hujan.
"Yang jelas karena memang menurut info itu
ada truk dari (pasar) induk, pada saat jalan buang (sampah), ada ceceran
menurut perkiraan adalah air dari jeruk atau semangka. Jadi waktu diisi,
ditekan, airnya yang keluar," ujar Amer.
Amer mengaku, ia telah menindaklanjuti laporan
itu dengan menghubungi pihak pasar Induk Kramatjati. Ia meminta agar rembesan
limbah cair dari truk sampah tidak terjadi lagi.
"Saya sudah minta supaya kalau mau jalan truknya itu diawasi ketat. Paling tidak kering dulu atau dimiringkan dulu baknya supaya tidak lagi keluar airnya," ujar Amer.
Sebelumnya, ceceran air limbah sampah milik
truk pengangkut sampah dari Pasar Induk Kramatjati, mencemari ruas Jalan Raya
Bogor depan pasar tersebut. Jalanan menjadi basah dan berbau busuk.
Bekas pencemaran jalan akibat air limbah sampah
cukup panjang. Selain itu, air limbah sampah tersebut ternyata berbahaya bagi
pengendara.
Pagi tadi, sekitar pukul 08.30, dua pengendara
motor dilaporkan mengalami kecelakaan ringan. Penyebabnya karena jalanan
menjadi licin akibat genangan air limbah sampah tersebut.
Penulis
|
: Robertus Belarminus
|
Editor
|
: Kistyarini
|
Limbah Cemari Sungai, Ratusan "Home Industry" Belum
Punya Instalasi
Jumat, 12 Juni 2015 | 14:18 WIB
KOMPAS.com/Achmad FaizalAktifitas warga di
sungai Kali Surabaya.
SURABAYA, KOMPAS.com -
Limbah industri rumahan (home industry) di sepanjang Sungai Kali
Surabaya dinilai masih menyumbang banyak pencemaran sungai. Ini karena sebagian
besar ratusan industri rumahan tersebut belum memiliki Instalasi Pengolah Air
Limbah (IPAL).
Industri rumahan berbagai macam produk makanan
dan barang itu tersebar dari kawasan Mlirip Mojokerto hingga kawasan
Karangpilang Surabaya sepanjang 70 kilometer.
"Tak mudah memberi pemahaman kepada para
pengusaha itu, perlu aksi nyata dari berbagai pihak, khususnya pemerintah untuk
memberikan penyadaran bagi mereka," kata Direktur Konsorsium Lingkungan
Hidup, Imam Rohani, Jumat (12/6/2015).
Mereka masih terus membuang air limbah
industrinya langsung ke Kali Surabaya tanpa melalui proses pengolahan.
"Ini sangat membahayakan apalagi saat ini
musim kemarau, dan debit air sungai rendah," ujarnya.
Sementara itu, untuk puluhan industri besar di
sepanjang sungai Kali Surabaya kata dia, saat ini sudah banyak yang memiliki
IPAL.
"Meskipun ada beberapa yang secara sembunyi-sembunyi tetap membuang air limbah ke Kali Surabaya melalui pipa tersembunyi pada waktu-waktu khusus," terangnya.
Kesadaran industri besar mulai tumbuh sejak pihaknya bersama PT Jasa Tirta dan Badan Lingkungan Hidup pada 2008 gencar melakukan patroli di sungai Kali Surabaya.
Saat itu, dari sekitar 30 perusahaan yang berada di sisi sungai, hampir tidak ada yang memiliki instalasi pengolah limbah. Namun menurut dia, aksi penyelamatan lingkungan di sungai Kali Surabaya tidak berhenti sampai sadarnya pelaku industri, karena pencemaran kali Surabaya justru lebih banyak disumbang oleh limbah rumah tangga atau domestik sebanyak 65 persen, limbah industri hanya 30 persen, dan sisa lima persennya dari limbah pertanian.
Sungai Kali Surabaya dianggapnya sangat vital
karena sebagai sumber kebutuhan air bersih bagi kebanyakan warga Surabaya.
Bahan baku air bersih warga Surabaya yang diambil PDAM Surabaya sebagian besar
dari Sungai Kali Surabaya.
Penulis
|
: Kontributor Surabaya, Achmad Faizal
|
Editor
|
: Caroline Damanik
|
Revolusioner Juga Tuh Gagasan Ahok
Kamis, 11 Juni 2015 | 14:25 WIB
Kompas.com/Kurnia Sari
AzizaGubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (kiri) bersama
Kepala Lembaga Pendidikan Polri (Kalemdikpol) Komjen Syafruddin saat meninjau
lahan yang akan digunakan untuk pembangunan lansir (depo transisi) kereta Mass
Rapid Transit (MRT), di Ciputat, Rabu (3/6/2015).
JAKARTA, KOMPAS.com — Pegiat transportasi
umum, Andreas Lucky Lukwira, mendukung rencana Gubernur DKI Jakarta Basuki
Tjahaja Purnama alias Ahok yang ingin merevisi Pasal 20 Peraturan Daerah Nomor
2 Tahun 2005 tentang Pengendalian Pencemaran Udara.
Sebab, ia menilai pasal itu yang selama ini telah memasung
pembenahan dalam layanan bus transjakarta. Pasal itu menyatakan bahwa angkutan
umum dan kendaraan operasional milik pemerintah daerah wajib menggunakan bahan
bakar gas.
"Program Langit Biru sudah gagal. Peraturannya bahkan
hanya memasung transjakarta dan angkutan umum lain berkembang. Selama
bertahun-tahun naik transjakarta saya melihat proses isi BBG sering menyita
waktu yang imbasnya penumpang sering susah mendapat bus karena SPBG masih
jarang dan proses isi BBG sendiri lama," ujar dia kepada Kompas.com, Kamis
(11/6/2015).
"Sementara itu, di sisi lain, kendaraan pribadi tidak
diwajibkan pakai gas. Akibatnya, langit tetap kotor dan jalanan tetap
macet," kata dia.
Pemilik akun Twitter @NaikUmum ini menilai, memang sudah
seharusnya isi Pasal 20 itu diubah, dari "wajib BBG" menjadi
"wajib berbahan bakar ramah lingkungan". Sebab, menurut Andreas, saat
ini sudah banyak bahan bakar non-gas yang ramah lingkungan.
"Saya setuju Perda tersebut diubah. Jadi, bus berbahan
bakar solar tetap bisa digunakan. Revolusioner juga tuh gagasan Ahok,"
ujar dia.
Ahok sebelumnya berencana
membeli transjakarta berbahan bakar solar bermerek Hino. Pasalnya, produsen
tersebut hanya mampu menyediakan bus berbahan bakar solar, bukan gas. Imbasnya,
ia akan merevisi Pasal 20 Perda No 2/2005.
"Untuk sementara, nanti
bisa kami operasikan busnya pada malam hari. Kan mesin busnya Euro III dan Euro
IV," kata Basuki di Balai Kota, Rabu (10/6/2015).
Penulis
|
: Alsadad Rudi
|
Editor
|
: Sandro Gatra
|
Ahok: Tidak Usah Bicara Gas, Mobil
Pemda Saja Pakai Solar
Rabu, 10 Juni 2015 | 19:23 WIB
KOMPAS/PRIYOMBODOPetugas mengisi bahan bakar gas (BBG) jenis gas alam terkompresi
(compresed natural gas/CNG) ke bus Transjakarta
JAKARTA, KOMPAS.com —
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) berencana membeli
transjakarta berbahan bakar solar bermerek Hino. Pasalnya, produsen tersebut
hanya mampu menyediakan bus berbahan bakar solar, bukan gas.
"Untuk sementara, nanti bisa kami operasikan busnya pada malam hari, kan mesin busnya Euro III dan Euro IV," kata Basuki di Balai Kota, Rabu (10/6/2015).
Untuk menjalankan programnya ini, Basuki ingin
merevisi Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 Tahun 2005 tentang pengendalian
pencemaran udara. Dengan demikian, angkutan umum dan mobil pemerintah daerah
nantinya bisa menggunakan bahan bakar selain gas.
Beberapa waktu lalu, Basuki pernah berdebat
dengan beberapa pejabat DKI yang diduga menghambat proses administrasi bantuan
30 transjakarta oleh pihak swasta. Mereka beralasan, bus bantuan tersebut tidak
dapat dijalankan karena bukan berbahan bakar gas.
"Perda mau kami ubah jadi ramah
lingkungan. Tidak usah bicara gas. Sekarang semua mobil pemda juga pakai
solar," kata Basuki.
Menurut Basuki, transjakarta berbahan bakar
solar-lah yang akan dibeli dalam jumlah banyak. Dia tidak mempermasalahkan jika
nantinya Jakarta malah kelebihan bus karena ke depannya semua koridor transjakarta
akan beroperasi selama 24 jam.
"Kami enggak masalah kelebihan bus, kok,
karena kami memang mau jalanin busnya 24 jam. Biar nanti semua
bus terintegrasi untuk masuk semua wilayah yang ada bus. Itu konsepnya,"
kata Basuki.
Penulis
|
: Kurnia Sari Aziza
|
Editor
|
: Kistyarini
|
Mahasiswa Universitas Brawijaya
Ciptakan Alat Pengolah Limbah Batik
Selasa, 9 Juni 2015 | 11:37 WIB
SHUTTERSTOCKIlustrasi
MALANG, KOMPAS.com —
Lima mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya (UB) Malang
menciptakan alat pengolah limbah industri tekstil batik yang diberi nama
Platinum Inert Electrolysis Technology and Ativated Carbon.
"Alat pengolah limbah industri tekstil batik
ini dilatarbelakangi karena semakin banyaknya jumlah perajin batik di
Indonesia. Dengan banyaknya jumlah perajin batik, tingkat pencemaran air juga
semakin meningkat," kata salah seorang anggota kelompok penemu alat
tersebut, Agus Setyawan, di Malang, Selasa (9/6/2015).
Ia mengatakan, jumlah perajin batik di
Indonesia mencapai 50.000 perajin, sedangkan di Kota Malang sekitar 230
perajin. Satu perajin yang memproduksi tiga kain batik per pekan akan
menghasilkan 50 liter limbah sehingga dalam satu bulan mereka bisa menghasilkan
200 liter limbah yang rata-rata dibuang ke sungai.
Limbah dari industri tekstil batik yang dibuang
ke sungai ini ternyata mengandung zat-zat berbahaya, seperti tembaga (Cu),
timbal (Pb), krom (Cr), dan seng (Zn) yang bisa membahayakan kesehatan manusia,
biota, atau makhluk hidup di dalam air serta mengurangi unsur hara yang
terkandung dalam tanah.
Oleh karena itu, lanjutnya, dia bersama empat
rekannya membuat alat tersebut yang pada dasarnya merupakan metode untuk
mengolah limbah. Limbah yang sudah diolah bisa digunakan kembali untuk produksi
tekstil selanjutnya.
Komponen dan fungsi alat tersebut terdiri
dari platina inert untuk mereduksi logam berat yang terdapat
dalam limbah, seperti tembaga (Cu), timbal (Pb), krom (Cr), dan seng
(Zb). Stainless steelberfungsi untuk mengendapkan logam berat dan
karbon aktif untuk mereduksi limbah yang belum tereduksi pada tabung
elektrolisis dan mengubah warna limbah menjadi warna awalnya.
Agus menambahkan, cara kerjanya adalah limbah
dimasukkan ke dalam tabung elektrolisis, kemudian platina dan stainless
steeldipasang. Platina dan stainless steel selanjutnya
dihubungkan ke arus listrik (tegangan 50 volt) dan ditunggu 120 menit, kemudian
keran di buka, limbah akan memasuki tabung absorben.
Selanjutnya, kata mahasiswa FTP angkatan 2012
itu, proses tersebut ditunggu selama 10 menit, kemudian keran absorben dibuka
dan limbah siap dibuang. Waktu proses pemisahan dari zat-zat berbahaya
membutuhkan waktu dua jam dengan tegangan 50 volt dan kecepatan pengaduk 40
RPM.
Alat yang mereka ciptakan itu mempunyai
kelebihan, yaitu dari segi waktu, biaya, dan cara kerja yang lebih efektif dan
efisien. Selain itu, alat tersebut juga ramah lingkungan karena zat kimia yang
terkandung dalam limbah diendapkan dan direduksi sehingga ketika dibuang ke
sungai tidak akan merusak unsur hara tanah dan tidak akan mematikan biota atau
makhluk hidup air.
"Setelah kami lakukan percobaan dan
penelitian lebih lanjut, pada saat proses elektrolisis, ternyata terjadi
penguapan gas yang apabila diproduksi dalam jumlah besar mampu menghidupkan
kompor gas untuk kebutuhan rumah tangga," ujarnya.
Selain Agus Setyawan, empat mahasiswa lainnya
yang berperan dalam menciptakan alat pengolah limbah tesrebut adalah Juli
Erwanda (FTP-Teknik Bioproses 2013), M Doddy Darmawan (FTP-Teknik Bioproses
2013), Natalia Simanjuntak (FTP-Teknik Bioproses 2013), dan Rahma Wati Pertiwi
(FTP-Teknik Bioproses 2013). Penelitian mereka didampingi dosen pembimbing
Shinta Rosalia Dewi.
Editor
|
: Caroline Damanik
|
Sumber
|
|
Kerap Cium Bau Tak Sedap, Warga Tuntut
Pabrik Pengolahan Limbah Pabrik Ban Ditutup
Rabu, 3 Juni 2015 | 14:06 WIB
KENDAL, KOMPAS.com -
Sekitar seratus warga Dusun Jonjang dan Krajan Barat, Desa Meteseh, Kecamatan
Boja, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, menggelar aksi di depan pabrik pengolahan
limbah ban PT. Citra Mas Mandiri, Rabu (3/6/2015).
Warga yang datang ke lokasi pabrik yang ada di
Jalan Raya Boja–Kaliwungu dengan berjalan kaki dan membawa beberapa spanduk itu
menuntut supaya pabrik itu ditutup. Pasalnya, limbah dari pengolahan ban
tersebut telah mencemari udara dan air.
Menurut salah satu warga, Salam, limbah
pembakaran ban menganggu dan kerap menimbulkan bau tidak sedap. Akibat bau
tidak sedap itu, banyak warga yang mengeluh sakit pernafasan.
“Kami ingin pabrik segera ditutup. Sudah tujuh
tahun lebih, sejak pabrik berdiri terjadi pencemaran udara dan pencemaran air,”
kata Salam.
Sementara itu, Kepala Desa Meteseh Boja, Maola
Bagus, mengatakan, keluhan warga sudah disampaikan ke pemerintah dan menunggu
keputusan. Untuk itu, dia berharap kepada warga, supaya melakukan aksi dengan
damai.
“Soal bau tidak sedap yang dikeluhkan warga ini sudah kami laporkan ke pemerintah dan polisi. Warga agar sabar,” kata Bagus.
Terkait tuntutan itu, salah satu perwakilan
dari PT Citra Mas Mandiri yang menemui warga, Suwarno, mengaku bahwa pimpinan
perusahaan sedang tidak ada di tempat. Ia berjanji, akan mempertemukan
perwakilan warga dengan pimpinan perusahaan.
“Pimpinan sedang tidak ada di tempat. Kami akan
mempertemukan warga secepatnya,” kata Suwarno.
Aksi yang berlangsung sekitar jam 9 pagi dijaga ketat oleh aparat kepolisian dan TNI dan berakhir damai.
Penulis
|
: Kontributor Kendal, Slamet Priyatin
|
Editor
|
: Caroline Damanik
|
Dampak Pencemaran Teluk
Penyu, Aktivitas Wisata Masih Terganggu
GREGORIUS
MAGNUS FINESSO
Siang | 30 Mei 2015 15:19 WIB
CILACAP, KOMPAS — Aktivitas pariwisata di Pantai Teluk Penyu,
Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, hingga Sabtu (30/5), pasca paparan minyak
mentah pada Senin lalu, masih terganggu. Kendati mulai ada beberapa wisatawan
mendatangi pantai tersebut, tidak ada yang berani mandi dan bermain air laut
karena masih menyisakan bau minyak.
KOMPAS/GREGORIUS MAGNUS FINESSOPara nelayan membersihkan pasir bercampur sisa partikel penyerap
minyak ("oil absorbent") yang berfungsi mengikat ceceran minyak
mentah dari kawasan wisata Pantai Teluk Penyu di Kabupaten Cilacap, Jawa
Tengah, Selasa (26/5). Aktivitas pariwisata di Pantai Teluk Penyu hingga Sabtu
(30/5) masih terganggu.
Berdasarkan pantauan Kompas, kondisi Pantai Teluk Penyu yang pada akhir
pekan biasanya dipadati wisatawan kemarin relatif lebih sepi. Kendati air laut
di tepian pantai terlihat jauh lebih jernih ketimbang pada hari Senin lalu,
para wisatawan masih takut mendekat.
Eko Widiyatno (34),
wisatawan asal Banyumas, Jawa Tengah, mengaku takut masuk ke dalam air karena
belum sepenuhnya yakin paparan minyak sudah bersih. "Kemarin liat di
televisi, airnya hitam pekat. Tapi, walaupun sekarang sudah lumayan jernih,
tetap saja takut nyemplung," tutur Eko yang
datang bersama istri dan dua anaknya.
Lili Suryani (20),
wisatawan dari Cilacap, menuturkan, dirinya sengaja mengunjungi Teluk Penyu
karena penasaran dengan pemberitaan di media mengenai paparan minyak di kawasan
wisata tersebut. Dia menyayangkan kondisi pantai yang selama ini menjadi tempat
berenang wisatawan terkotori minyak.
"Saya masih mencium
bau minyak kalau mendekat ke air. Jijik saja. Kalaunyemplung, takut
gatal-gatal," ucapnya.
Paparan minyak yang
mencemari Teluk Penyu berasal dari kebocoran pipa bawah laut fasilitas bongkar
muat single point mooring (SPM) Pertamina, sekitar 25
kilometer sebelah selatan Cilacap atau sekitar perairan selatan Pulau
Nusakambangan. Sambungan pipa karet (rubber hose) yang
digunakan untuk menyalurkan minyak mentah dari kapal tanker menuju kilang, Rabu
(20/5) malam, rusak akibat diterjang gelombang.
Pada saat bersamaan
tengah dilakukan aktivitas bongkar muat minyak mentah dari sebuah kapal tanker.
Akibatnya, minyak mentah merembes keluar. Pertamina menerjunkan tim penyelam
untuk memperbaiki sambungan pipa. Namun, pada Senin (25/5) pagi, minyak yang
gagal dilokalisasi terbawa arus hingga mencemari Teluk Penyu. Pantai tersebut
tampak menghitam akibat digenangi minyak mentah.
Nelayan belum melaut
Kepala Dinas Pariwisata
dan Kebudayaan Kabupaten Cilacap Indar Yuli Nyataningrum mengatakan, saat ini kebanyakan
wisatawan datang ke Teluk Penyu untuk melihat secara langsung tumpahan minyak
mentah. Jumlah wisatawan yang berkunjung ke Pantai Teluk Penyu sekitar 500
orang per hari.
Selain wisata, aktivitas
nelayan juga masih terganggu. Pantauan Kompas, ribuan
perahu nelayan kemarin masih terparkir di Pantai Teluk Penyu. Sutono (44),
salah seorang nelayan, mengaku, sebagian besar nelayan belum melaut. "Mau
melaut sama saja. Tidak ada ikan," tuturnya.
Menurut Sutono, akibat
paparan minyak, ikan-ikan menjauh dari perairan dangkal. Untuk menjangkau
kumpulan ikan, nelayan butuh bahan bakar 40 liter bensin. Padahal, biasanya
mereka hanya butuh 20 liter untuk menjangkau lokasi ikan.
Pengajuan kompensasi
nelayan
Pelaksana Tugas Ketua
Himpunan Nelayan seluruh Indonesia (HNSI) Cilacap Indon Tjahjono mengatakan,
selain membuat ikan-ikan menjauh, ceceran minyak juga merusak jaring dan juga
mengotori perahu nelayan. Untuk itu, kompensasi tak bisa melaut sedang diajukan
karena 13.900 nelayan tidak melaut. Selain itu, kompensasi tersebut juga untuk
mengganti kerusakan jaring dan perahu yang kotor.
Pengajuan ganti kerugian
juga untuk mengganti 21.200 jaring yang rusak serta biaya membersihkan kapal
dari minyak untuk ribuan kapal duduk, compreng, dan jukung. "Surat
tuntutan ganti rugi kami tembuskan, termasuk ke Presiden RI," kata Indon.
Terkait dengan
permintaan kompensasi dari nelayan, General Manager PT Pertamina Refinery Unit
IV Cilacap Nyoman Sukadana mengatakan, pihaknya masih menunggu hasil
investigasi tim internal dan eksternal. "Tim ini akan mencari fakta saat
kebocoran pipa pekan lalu, kesalahan ada pada siapa. Tentunya, kami tetap
membuka ruang dialog dengan nelayan," ujarnya.
Hati-hati,
Polusi Udara Jadi Sumber Penyakit
Kamis, 21 Mei 2015 | 17:20 WIB
ShutterstockIlustrasi
JAKARTA, KOMPAS.com - Tingkat polusi
udara di kota-kota besar di Indonesia terbilang tinggi, mengingat padatnya
kendaraan bermotor. Polusi udara ini pun, bisa menyebabkan berbagai penyakit saluran
pernapasan.
Peneliti Perubahan
Iklim dan Kesehatan Lingkungan Universitas Indonesia Budi Haryanto mengatakan,
penyakit dapat muncul akibat partikel debu yang dihasilkan dari pencemaran
udara.
"Pencemaran udara
terutama kaitan dengan ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut). Masuk dari
hidung sampai ke saluran napas bagian atas," ujar Budi dalam diskusi di
Jakarta, Kamis (21/5/2015).
Budi menjelaskan,
partikel di udara yang biasanya menganggu kesehatan manusia, yaitu berukuran 10
mikron (PM 10) dan yang lebih kecil lagi yaitu 2,5 mikron (PM 2,5). Jika
terhirup manusia, PM 10 dapat menyebabkan pilek, hidung tersumbat, dan
batuk-batuk. Sedangkan PM 2,5, karena berukuran lebih kecil dapat masuk ke
dapam paru-paru sehingga menyebabkan bronkitis, pneumonia, maupun asma.
Dampak jangka panjang
yang lebih parah, yaitu menyebabkan kanker paru. Sumber pencemaran udara di
kota besar, sebagian besar berasal dari asap kendaraan bermotor. Tentunya,
bahaya polusi udara menyerang para pekerja di kota besar seperti Jakarta.
"Pengeluaran untuk mengobati penyakit terkait saluran pernapasan, juga
tinggi mencapai 38,5 triliun berdasarkan survei tahun 2010," ungkap Budi.
Penulis
|
: Dian Maharani
|
Editor
|
: Bestari Kumala Dewi
|
Air Limbah Sampah Cemari Jalan, Ahok Geram
dengan Kepala Dinas
Jumat, 26 Juni 2015 | 21:08 WIB
KOMPAS.com/ GLORI K
WADRIANTO Gubernur DKI
Jakarta Basuki Tjahaja Purnama
JAKARTA, KOMPAS.com - Air limbah sampah dari truk pengangkut sampah
asal Pasar Induk Kramatjati mencemari jalan raya. Bahkan, air limbah tersebut
mencelakai pengendara motor di jalan. Terkait hal ini Gubernur DKI Jakarta
Basuki "Ahok" Tjahaja Purnama langsung geram.
"Nah
itu tadi, mesti beli truk sampah. Aku udah marah-marah sama kepala dinas,"
kata Basuki, di acara safari Ramadhan, di Kelurahan Duren Sawit, Jakarta Timur,
Jumat (26/6/2015).
Basuki
mengungkit masalah sewa truk sampah dari pihak swasta. Menurut dia, harga sewa
truk dari pihak swasta mencapai Rp 400 miliar per tahun. Padahal, harga
sedemikian sudah dapat membeli ratusan truk yang bisa dijadikan truk sampah.
"Sewa
truk sampah Rp 400 miliar setahun. Lu beli yang (merek) Rino dapat 800 biji.
Tiap lurah dikasih tinggal tiga, udah beres tuh sampah, bener enggak?"
ujar pria yang disapa Ahok itu.
Ahok
mengatakan, tahun ini DKI juga masih menyewa truk dari pihak swasta dengan
nilai yang sama yakni Rp 400 miliar. Padahal, lanjut dia, jika digabung
anggaran untuk menyewa truk dari tahun lalu dan tahun ini, DKI seharusnya sudah
dapat membeli ribuan truk untuk mengangkut sampah.
"Itu
udah bisa beli 1.600 truk sampah," ujar Ahok.
Terkait
alasan Dinas Kebersihan DKI kembali sewa truk sampah ke swasta, Ahok mengaku
dia tak tahu. "Tanya sama dialah (kepala dinas), aku juga enggak
ngerti," ujar Ahok.
Penulis
|
: Robertus Belarminus
|
Editor
|
: Hindra Liauw
|
Tim Peneliti IPB: Danau Lido Tercemar
Logam Timbal
Kamis, 28 Mei 2015 | 19:45 WIB
BOGOR, KOMPAS.com -
Tim peneliti Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan (FPIK) Institut Pertanian Bogor menyebutkan bahwa perairan di
Danau Lido Sukabumi telah tercemar oleh logam timbal (Pb). Akibat pencemaran
itu, terjadi respon morfologi pada larva Tanypodinae berupa deformitas
ligula.
Tyas Dita Pramesthy, salah satu tim peneliti
mengatakan, penelitian telah dilakukan pada tahun 2014 dengan mengambil sampel
larva Chironomida di Danau Lido. Hasilnya menunjukkan, konsentrasi logam timbal
di Danau Lido cukup tinggi, yaitu 0,08-0,19 mg/L.
"Berdasarkan pengamatan bentuk ligula pada
Tanypodinae yang diperoleh, diketahui bahwa larva tersebut telah mengalami
deformitas. Larva yang mengalami deformitas sebanyak 10 ekor dari 55 ekor yang
dikumpulkan atau terjadi deformitas sebesar 18,18 persen," ucap Tyas,
Kamis (28/5/2015).
Tyas menjelaskan, Tanypodinae merupakan salah
satu kelompok Chironomida yang dapat digunakan untuk mengkaji aspek biologi dan
mendeteksi adanya pencemaran logam berat di lingkungan perairan. Tanypodinae
dapat menunjukkan adanya perubahan morfologi akibat pencemaran.
"Larva Chironomida dapat tumbuh di dalam
lingkungan perairan dalam keadaan tinggi kandungan kimia, fisika, maupun
biologi sehingga larva tersebut dapat digunakan untuk merefleksikan degradasi
lingkungan," ungkapnya.
Danau Lido Sukabumi sudah lama dimanfaatkan
untuk beberapa kegiatan, seperti keramba jaring apung (KJA), wisata perahu dan
rumah makan apung. Tim peneliti berpandangan, kegiatan tersebut telah mengubah
kualitas dari Danau Lido, di antaranya berubahnya kualitas air. Salah satu parameter
kualitas air yang mengalami perubahan yaitu kandungan logam berat timbal (Pb).
Penulis
|
: Kontributor Bogor, Ramdhan Triyadi Bempah
|
Editor
|
: Caroline Damanik
|
KESIMPULAN
Dari berbagai artikel yang saya
kumpulkan ini semuanya mengenai lingkungan yaitu Pencemaran, ada yang
pencemaran udara, pencemaran air, limbah serta ada pula yang membahas mengenai
peraturan pengendalian lingkungan itu sendiri.
Mengulas topik artikel yang membahas
mengenai pencemaran yang berupa limbah pabrik, limbah industri rumah tangga,
polusi udara sisa pembakaran BBM dan semacamnya semuanya sangat merugikan
lingkungan, berdampak pada tumbuhasn sekitar, makhluk hidup yang dicontohkan
artikel diatas pencemaran di teluk penyu, dan juga manusia pemeran pencemaran
itu sendiri. Maka dari itu penulis menghimbau kepada semua kalangan untuk
sebisa mungkin tidak mencemari lingkungan dengan limbah, sampah dan yang
lainnya sungguh prihatin untuk zaman sekarang pemerhati lingkungan sangat
sedikit hanya memikirkan keuntungan pribadi saja tidak memikirkan orang lain
akibat pernbuatannya itu, ada pula artikel yang mengulas tentang kecelakaan
yang diakibatkan oleh cairan sampah pasar, itu contoh kecil bahwa sampah bisa
membuat kehilangan nyawa.
Selain itu artikel diatas ada juga
yang membahas tentang alih bahan bakar untuk transjakarta menggunakan bahan
bakar gas, yang dikemukaan oleh Gubernur Jakarta Pak Ahok dan akan merevisi
peraturan daerah mengenai hal tersebut.
Dan adapula yang kalangan mahasiswa
yang memanfaatkan limbah untuk karya yang bermanfaat dan bernilai. Menggunkan
prinsip Recycle, itu salah satu inspirasi untuk kita semua yaitu sampah bukan
barang berguna dan tak bernilai namun dengan tangan mahasiswa-mahasiswa
bertangan kreatif ini sampah mempunyai nilai jual dan dapat pula sebagai salah
satu sumber penghasilan tambahan untuk masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
http://nasional.kompas.com/read/2015/06/17/16464071/Pemerintah.Ancam.Akan.Ambil.Alih.Lahan.Terbakar
diakses tanggal 28 Juni 2015
http://megapolitan.kompas.com/read/2015/06/26/1350215/Kasie.Kebersihan.Kaget.Air.Limbah.Sampah.dari.Pasar.Induk.Bikin.Celaka.
diakses tanggal 28 Juni 2015
http://regional.kompas.com/read/2015/06/12/14185201/Limbah.Cemari.Sungai.Ratusan.Home.Industry.Belum.Punya.Instalasi
diakses tanggal 28 Juni 2015
http://megapolitan.kompas.com/read/2015/06/11/14251811/.Revolusioner.Juga.Tuh.Gagasan.Ahok.
diakses tanggal 28 Juni 2015
http://megapolitan.kompas.com/read/2015/06/10/19234841/Ahok.Tidak.Usah.Bicara.Gas.Mobil.Pemda.Saja.Pakai.Solar
diakses tanggal 28 Juni 2015
http://regional.kompas.com/read/2015/06/09/11374151/Mahasiswa.Universitas.Brawijaya.Ciptakan.Alat.Pengolah.Limbah.Batik
diakses tanggal 28 Juni 2015
http://regional.kompas.com/read/2015/06/03/14062591/Kerap.Cium.Bau.Tak.Sedap.Warga.Tuntut.Pabrik.Pengolahan.Limbah.Pabrik.Ban.Ditutup
diakses tanggal 28 Juni 2015
http://print.kompas.com/baca/2015/05/30/Dampak-Pencemaran-Teluk-Penyu%2c-Aktivitas-Wisata-Ma
diakses tanggal 28 Juni 2015
http://health.kompas.com/read/2015/05/21/172013423/.Hati-hati.Polusi.Udara.Jadi.Sumber.Penyakit
diakses tanggal 28 Juni 2015
http://megapolitan.kompas.com/read/2015/06/26/21081041/Air.Limbah.Sampah.Cemari.Jalan.Ahok.Geram.dengan.Kepala.Dinas
diakses tanggal 28 Juni 2015
http://regional.kompas.com/read/2015/05/28/19450091/Tim.Peneliti.IPB.Danau.Lido.Tercemar.Logam.Timbal
diakses tanggal 28 Juni 2015
Komentar
Posting Komentar