VOLKANOLOGI - KALDERA GUNUNG BROMO

BAB I 
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kaldera adalah kawah gunung api yang sangat besar yang terjadi karena puncak gunung terpancung oleh erupsi eksplosif yang dahsyat atau karena runtuhnya puncak gunung akibat erupsi efusif. Selama ini kita hanya tahu bahwa erupsi eksplosiflah yang menyebabkan puncak gunung terpancung  padahal ternyata erupsi efusif pun dapat menyebabkan terbentuknya kaldera. 
Pembentukan kaldera pada gunung berapi merupakan ciri bahwa gunung berapi tersebut sudah sangat tua dan berada dalam tahap lanjut dimana puncak gunung tidak lagi sederhana seperti awalnya dahulu yaitu berbentuk kerucut atau perisai. Pembentukan kaldera dapat terjadi melalui 2 cara, yaitu:

1. Pembentukan kaldera karena erupsi besar (Erupsi Eksplosif)
Pembentukan kaldera karena erupsi besar memiliki 2 skenario, yaitu: 
       Skenario pertama, letusan menyebakan puncak gunung  terlempar keudara bersama material yang berubah magma, abu, gas, dan bahan-bahan piroklastika lainnya dan beberapa bagian lainnya runtuh kedalam dapur magma. Besarnya kaldera yang terbentuk tergantung pada seberapa luas area puncak yang hilang karena letusan.
       Skenario kedua, erupsi besar yang terjadi menyebabkan magma didapur magma (magma chamber) habis karena letusan. Setelah letusan besar terjadi, ruangan dapur magma menjadi kosong. Kekosongan ini menyebabkan tekanan yang biasanya menyanggah puncak gunung tidak ada sehingga puncak menjadi runtuh dan ambles kebawah. Besarnya kaldera yang terbentuk karena hal ini biasanya seluas dapur magma itu sendiri.  Semaking luas dapur magma suatu gunung berapi maka akan semakin besar kaldera yang terbentuk.

2. Pembentukan kaldera karena erupsi kecil (Erupsi Efusif)
Pembentukan kaldera karena erupsi kecil terjadi secara perlahan dan tanpa letusan. Hal ini biasanya di sebabkan karena selain puncak kepundan, ekstruksi magma juga terjadi melalui celah di lereng gunung. Karena adanya celah-celah alternatif magma inilah badan gunung tidak kokoh dan tidak mampu menjaga kesetimbangan sehingga gaya gravitasi akan menyebabkan badan gunung ambles untuk mengisi rongga kosong di bawahnya. Daerah yang ambles itulah yang kemudian menjadi kaldera. Besar kecilnya kaldera yang terbentuk biasanya tergantung pada ukuran badan gunung yang mengalami longsor. Peristiwa pembentukan kaldera dengan cara ini menimbulkan gempa bumi dan lelehan lava yang sangat deras. 

BAB II
ISI
A.  Gunung Bromo
Awalnya Gunung Bromo dan lautan pasir berasal dari dua gunung yang saling berimpitan satu sama lain. Gunung Tengger (4.000 m dpl) yang merupakan gunung terbesar dan tertinggi pada waktu itu. Kemudian terjadi letusan kecil, materi vulkanik terlempar ke tenggara sehingga membentuk lembah besar dan dalam sampai ke desa Sapi Kerep. Letusan dahsyat kemudian menciptakan kaldera dengan diameter lebih dari delapan kilometer. Karena dalamnya kaldera, materi vulkanik letusan lanjutan tertumpuk di dalam dan sekarang menjadi lautan pasir.
Dahulu, kaldera tersebut diduga pernah terisi oleh air dan kemudian aktivitas lanjutan adalah munculnya lorong magma di tengah kaldera sehingga muncul gunung-gunung baru, antara lain Lautan Pasir, Gunung Widodaren, Gunung Watangan, Gunung Kursi, Gunung Batok dan Gunung Bromo.
Berdasarkan bentuknya, Gunung Bromo termasuk ke dalam jenis kaldera, yaitu gunung api yang terbentuk dari ledakan yang sangat kuat yang kemudian melempar ujung atas gunung itu sendiri. Adapun pengertian kaldera adalah fitur vulkanik yang terbentuk dari jatuhnya tanah setelah letusan vulkanik. Istilah kaldera sering tertukar dengan kawah vulkanik. Kata "kaldera" sendiri berasal dari bahasa Spanyol, yang artinya wajan. 

B.  Kaldera Tengger
Jika kita membahas Gunung Bromo, tentunya juga akan membahas mengenai kaldera di Pegunungan Tengger itu sendiri, sebab Gunung Bromo sendiri merupakan gunung api yang berada di kawasan kaldera Pegunungan Tengger.
Pada kawasan komplek pegunungan Tengger, terdapat kaldera yang sangat luas dengan diameter 8-10 Km, dan dinding dari kaldera tersebut mengelilingi sebuah lautan pasir. Pada hamparan pasir yang sangat luas (Laut Pasir), terdapat gunung-gunung yang berada di tengahnya, yaitu Gunung Bromo (2.392 m dpl), Gunung Batok ( 2.440 m dpl), Gunung Widodaren (2.614 m dpl), Gunung Watangan (2.601 m dpl) dan Gunung Kursi (2.581 m dpl). Dinding kaldera yang mengelilingi laut pasir sangat terjal dengan kemiringan ±60-80 derajat dan tinggi berkisar antara 200-600 meter.

Kompleks gunung api Tengger-Semeru berada di bagian timur Kabupaten Malang. Tengger merupakan pegunungan berkaldera dengan satu anak gunung yang masih sangat aktif, gunung Bromo (2.392m). Kompleks vulkanik Tengger diperkirakan mengalami aktifitas besar-besaran sekitar 820.000 tahun yang lalu. Gunung ini terdiri dari lima stratovolcanoes yang saling tumpang tindih, masing-masing dipotong oleh sebuah kaldera. kubah lava, kerucut piroklastik, dan maar yang menduduki sisi-sisi massif tersebut. 
Kaldera Ngadisari yang berada pada ujung Timurlaut dari kompleks pegunungan tengger terbentuk sekitar 150.000 tahun yang lalu dan kini telah mengering karena diperkirakan airnya mengalir melalui Lembah Sapikerep. Yang paling menarik dari kaldera Tengger adalah adanya “lautan pasir” seluas 9 x 10 km yang terletak pada ujung Barat daya dari kompleks ini. Komplek ini diperkirakan terbentuk secara bertahap selama Pleistosen akhir dan Holosen awal, atau sekitar 2 juta tahun lalu. Sebuah cluster tumpang tindih kerucut pasca kaldera dibangun di lantai kaldera lautan pasir dalam beberapa ribu tahun terakhir.

C. Proses Terbentuknya Gunung Bromo dan Kaldera Tengger
Gunung Bromo adalah sebuah kerucut vulkanis kecil setinggi 133 meter di atas keanggunan Segara Wedi (Lautan Pasir), dengan elevasi puncak 2.392 m dpl yang tumbuh di kawasan Pegunungan Tengger. Namun gunung kecil ini mewakili aktivitas vulkanis setempat yang dalam sejarahnya telah merubah wajah Tengger secara dramatis dalam kurun 1,4 juta tahun terakhir. Pegunungan Tengger sejatinya adalah gunung purba berukuran raksasa dan telah hancur berulang kali oleh aktivitasnya. Aktivitas Gunung Bromo purba telah berlangsung sejak 1,4 +/- 0,2 juta tahun silam dengan terbentuknya Gunung Nongkojajar yang besar. Gunung ini diperkirakan sempat berkembang hingga ketinggian 3.000 meter lebih atau hampir menyamai Gunung Semeru yang ada di sebelah selatannya. Namun pertumbuhan Gunung Nongkojajar berakhir ketika letusan paroksismal yang dahsyat (dalam skala VEI 6 atau 7) menghancurkan sebagian besar tubuh gunung sehingga membentuk kawah raksasa (kaldera) yang dikenal sebagai kaldera Nongkojajar.
Pasca peristiwa ini, di tengah kaldera Nongkojajar lahirlah gunung berapi Anak
Nongkojajar atau lebih dikenal dengan Gunung Ngadisari. Gunung ini muncul sejak 822 +/- 90 ribu tahun silam. Letusan paroksismal kembali terjadi dan menghancurkannya hingga tinggal menyisakan kaldera yang dikenal sebagai kaldera Ngadisari.

Perjalanan waktu membuat proses serupa kembali terulang. Di tengah kaldera Ngadisari lahir dan tumbuh sang anak, yakni Ngadisari yang kemudian lebih dikenal sebagai Gunung Tengger Tua. Gunung Tengger Tua muncul pada 265 +/- 40 ribu tahun lalu. Dalam proses selanjutnya, nampaknya kaldera Ngadisari pun melahirkan satu gunung berapi lagi, yakni Gunung Keciri. Namun kapan munculnya Gunung Keciri belum diketahui dengan pasti, yang jelas ia lebih muda dibanding Gunung Tengger Tua. Letusan paroksismal, kali ini melibatkan dua gunung secara langsung, menghancurkannya sehingga membentuk kaldera Keciri.
Lautan pasir seperti yang bisa kita saksikan saat ini di sekitar Gunung Bromo sebenarnya merupakan bagian dari kaldera Lautan Pasir. Kaldera ini terbentuk sebagai akibat letusan paroksismal Gunung Cemoro Lawang atau gunung Anak Keciri, yakni gunung baru yang muncul pasca terbentuknya kaldera Keciri. Gunung Cemoro Lawang diidentifikasi lahir pada 135 +/- 30 ribu tahun yang lalu. Jadi Pegunungan Tengger yang mengelilingi Gunung Bromo saat ini pada hakikatnya merupakan sisa lereng dari gunung-gunung berapi generasi sebelumnya yang telah hancur akibat letusan-letusan paroksimal dahsyat di masa silam. 

Van Bemmelen menuturkan, Kaldera Tengger memiliki luas keseluruhan 100 km persegi dengan lebar kaldera 10 km dan punya tanda-tanda pernah mengalami proses longsoran besar ke arah utara yang merupakan proses volkano-tektonik. Ini menunjukkan letusan-letusan paroksismal di masa silam memiliki kedahsyatan melebihi letusan Tambora 1815, karena hanya letusan berenergi sangat tinggi sajalah yang sanggup menghasilkan proses volkano-tektonik dan kaldera sangat besar. 

BAB III
KESIMPULAN
 Kesimpulan

Lautan pasir seperti yang bisa kita saksikan saat ini di sekitar Gunung Bromo sebenarnya merupakan bagian dari kaldera Lautan Pasir. Kaldera ini terbentuk sebagai akibat letusan paroksismal Gunung Cemoro Lawang atau gunung Anak Keciri, yakni gunung baru yang muncul pasca terbentuknya kaldera Keciri. Gunung Cemoro Lawang diidentifikasi lahir pada 135 +/- 30 ribu tahun yang lalu. Jadi Pegunungan Tengger yang mengelilingi Gunung Bromo saat ini pada hakikatnya merupakan sisa lereng dari gunung-gunung berapi generasi sebelumnya yang telah hancur akibat letusan-letusan paroksimal dahsyat di masa silam.  

Daftar Pustaka 
Kusumadinata, K., 1979, Data Dasar Gunungapi Indonesia, Direktorat Vulkanologi, Bandung.
G. Bromo, Berita Berkala Vulkanologi, Edisi Khusus, No. 127, 1990.
S.R. Witiri, 2007. Gunungapi Indonesia, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi.

Komentar

  1. Artikel yang bagus kak, sangat informatif. kunjungi juga bromosolution.com

    BalasHapus
  2. manteb mbak,bisa di badingkan kenapa kaldera di toba dan kalder di gunung nongkojajar..

    BalasHapus
  3. Artikel yang mecerahkan angan" saya saat ke gunung bromo.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

GEOLOGI SEJARAH - GEOLOGI BAYAT KABUPATEN KLATEN JAWA TENGAH